LOGOTERAPI
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teori dan pendekatan konseling yang diampu oleh Nuraini Siregar, M.Pd.
Disusun Oleh :
Dyah Eko
Susilowati (1301015040)
Diah Madya
Puspitasari (1301015034)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah
SWT, dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang merupakan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing Mata Kuliah Teori dan Pendekatan Konseling.
Ucapan
terima kasih kami sampaikan
kepada Ibu Nuraini Siregar M.Pd selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Teori dan Pendekatan Konseling Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka Jakarta, yang telah membimbing
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Terima
kasih penulis sampaikan pula kepada orang tua penulis, yang dalam kerinduan
selalu memberi motivasi belajar kepada penulis, juga tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang memberikan semangatnya.
Penulis
menyadari bahwa penyusunan penulisan ini sangat sederhana dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi
kesempurnaan penulisan ini.
Jakarta,
15 Maret 2016
Penulis
A.
Latar Belakang
Kebutuhan akan Bimbingan dan Konseling sangat diperlukan individu.
Karena individu merupakan pribadi yang unik yang sedang berkembang kearah
kematangan. Dampak modernisasipun menjadi salah satu latar belakang perlunya
Bimbingan dan Konseling. Karena dampak dari modernisasi itu yang dapat
memunculkan problema sosial dan pribadi. Problema yang muncul dilatar belakangi
oleh banyak faktor, salah satu faktor yang berperan dalam era modernisasi saat
ini adalah ketidak mampuan individu untuk memperoleh makna dalam hidupnya.
Ketidakbermaknaan hidup yang dirasakan individu adalah sebagai
manifestasi atas tidak sanggupnya individu tersebut untuk mengambil hikmah/
makna dalam setiap permasalahan yang terjadi dalam hidupnya serta ketidak pahaman
individu untuk menetapkan tujuan hidup agar dirinya dapat hidup dalam
kebermaknaan.
Di era modernisasi saat ini, individu lebih cenderung untuk hidup
dengan gaya hidup hendonis, yaitu memperoleh kepuasan jasmaniah dengan cara
bersenang-senang secara berlebihan dan menenggelamkan diri dalam pekerjaan yang
tiada henti-hentinya hanya untuk mengejar materi atau kepuasan jasmaniah tanpa
memperhatikan aspek spiritualitasnya. Kekeringan aspek spiritual inilah yang
menyebabkan permasalahan-permasalahan kompleks yang dialami individu.
Melihat fenomena ini, Viktor Emile Frankl sejak lama telah merintis
dan mengembangkan sebuah aliran psikologi/psikiatri modern yang dinamakan
logoterapi. Logoterapi ini mengemukakan mengenai pentingnya kebermaknaan hidup,
mereka yang berhasil memperoleh kebermaknaan hidup akan mengalami hidup yang
bermakna dan ganjaran dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan. Di lain
pihak mereka yang tak berhasil menemukan makna dalam hidupnya akan mengalami
kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna.
B.
Sejarah Perkembangan
Viktor Emile Frankl (1905-1997), seorang
dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater) keturunan Yahudi di Wina,
Austria, pada tahun 1942 ditahan oleh tentara Nazi dan dimasukkan ke dalam kamp
konsentrasi bersama-sama ribuan orang Yahudi lainnya. Selama hampir tiga tahun
menjadi tahanan tentara Nazi, Frankl pernah megalami menjadi penghuni kamp yang
dikenal sebagai “kamp konsentrasi maut” tempat ribuan orang Yahudi yang tak
bersalah menjadi korban keganasan sesama manusia. Setelah keluar dari kamp konsentrasi
Frankl menulis berbagai buku dengan makna hidup sebagai tema sentral telaahnya
serta merintis dan mengembangkan sebuah aliran psikologi/psikiatri modern yang
dinamakan logoterapi pada tahun 1938.
Pemikiran Frankl mengenai logoterapi
dipengaruhi oleh dan bereaksi terhadap sebagian ide Freud dan Adler. Di samping
itu, ia dipengaruhi oleh para filsuf eksistensial seperti Heidegger, Jaspers,
dan Scheler. Asal muasal logoterapi dapat dilacak balik ek perjuangan awalnya
untuk menemukan makna di dalam eksistensinya. Frankl mengakui bahwa pada masa
mudanya “Saya harus melewati neraka keputusasaan karena tidak menemukan makna
dalam hidup, melewati nihilism total dan mendasr, sampai saya mampu
mengembangkan imunitas terhadap nihilism. Saya mengembangkan logoterapi”
(1988:166).
Frankl melontarkan istilah logoterapi pada
1920-an dan pada 1930-an menggunakan kata “Existenzanalyse”,
analisis eksistensial, sebagai kata alternatif untuk logoterapi.
C.
Hakikat Manusia Menurut Pendekatan Logoterapi
Logoterapi Sebagai Filsafat Manusia
Pandangan logoterapi tentang manusia dikenal
sebagai Logophilosophy atau Filsafat
Kehidupan.
Pertama, manusia merupakan kesatuan utuh dimensi-dimensi ragawi, kejiwaan,
dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual. Dimensi-dimensi ini sebenarnya hanya
dapat dibedakan, tetapi tak dapat dipisahkan satu sama lain selama manusia itu
hidup.
Kedua, manusia memiliki dimensi spiritual di samping dimensi-dimensi ragawi
dan kejiwaan (termasuk sosial-budaya) yang satu sama lainnya terintegrasi dan
tak terpisahkan. Dimensi spiritual
adalah sumber dari potensi, sifat, kemampuan, dan kualitas khas insani, seperti
hasrat untuk hidup bermakna, kreativitas, hati nurani, rasa keindahan,
keimanan, religiusitas, intuisi, cinta kasih, kebebasan, tanggung jawab, rasa
humor, dan kekuatan untuk bangkit dari segala kemalangan dan kendala hidup.
Ketiga, dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar
mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya,
misalnya mengenali keunggulan dan kelemahan sendiri serta merencanakan apa yang
kemudian akan dilakukannya.
Keempat, manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta
senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya
serta mampu mengolah lingkungan fisik sekitarnya.
Perlu dijelaskan bahwa sebutan “spirituality” dalam pandangan logoterapi
tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimensi ini dimiliki manusia tanpa
memandang ras, ideologi, agama, dan keyakinannya. Pengertian spirit dan dimensi
spiritual dalam logoterapi dengan demikian bercorak antropologis dan bukan
teologis. Viktor Frankl sendiri secara eksplisit meyatakan bahwa pandangannya
mengenai spiritualitas ini bersifat sekuler. Untuk itu Frankl kemudian
menggunakan istilah noetic sebagai
padanan spirit atau spirituality, supaya tidak disalahpahami
sebagai konsep agama. berbeda dari agama yang meninjau fenomena spiritual yang
penting di dunia dan akhirat, logoterapi meninjaunya dari segi media. Dimensi spiritual adalah sumber
kesehatan (the source of health) yang
tidak pernah terkena sakit sekalipun orangnya menderita sakit secara fisik dan
mental.
ALAM SADAR
|
INSTINCTT
|
NOETIC
|
ALAM TAK SADAR
|
Logoterapi
memperluas konsep psikoanalisis mengenai sistem dan strata kesadaran ini dengan
mengintegrasikan dimensi noetic di dalamnya. Dimensi noetic –seperti halnya
insting- pada dasarnya tidak disadari, tetapi dapat disadari. Namun antara
unsur insting dengan unsur noetic berbeda secara hakiki: insting lebih bercorak
bio-psikologis, sedangkan noetic bercorak psiko-spiritual. Tentu saja sejak
berada dalam alam tak sadar sampai ke alam sadar keduanya tidak bisa bercampur
aduk karena berbeda karakteristik dan sumbernya.
Tindakan instingtif
merupakan reaksi terhadap dorongan berbagai kebutuhan (need), misalnya kenikmatan (the
will to power), dan aktualisasi diri (self
actualization). Dalam hal ini tindakan manusia seakan-akan terdorong atau
didorong (driven) oleh kebutuhannya.
Di lain pihak tindakan-tindakan nooetik merupakan respons yang benar-benar
disadari, misalnya untuk mengambil tanggung jawab, menerima komitmen,
menentukan pilihan pribadi, dan melakukan transendensi diri. Semuanya terarah
untk memenuhi motivasi utama manusia, yaitu kehendak untuk hidup bermakna.
Dalam hal ini manusia berfungsi sepenuhnya sebagai pelaku dan pendorong yang
secara sadar berusaha meraih hidup bermakna.
Logoterapi Sebagai Teori Kepribadian
Karakteristik Umum Teori Kepribadian Model Logoterapi
Landasan teori kepribadian logoterapi
bercorak eksistensial-humanistik. Artinya logoterapi mengakui manusia sebagai
makhluk yang memiliki kebebasan berkehendak, sadar diri, dan mampu menentukan
apa yang terbaik bagi dirinya sesuai dengan julukan kehormatan bagi manusia
sebagai the self determining being.
Selain itu manusia memiliki kualitas-kualitas insani (human qualities), yakni berbagai potensi, kemampuan, bakat, dan
sifat yang tidak dapat pada makhluk-makhluk lain, seperti kesadaran diri,
transendensi diri, memahami dan mengembangkan diri, kebebasan memilih,
kemampuan menilai diri sendiri dan orang lain, spiritualitas dan religiusitas,
humor dan tertawa, etika dan rasa estetika, nilai dan makna, dan sebagainya.
Semuanya secara potensial terpatri dalam dirinya sejak awal kehidupan sebagai
potensi dan kualitas-kualitas yang khas manusia.
Teori kepribadian logoterapi bukan
berorientasi masa lalu seperti halnya psikodinamik atau kini-dan-di-sini
seperti pada pandangan behavioral, melainkan berorientasi pada masa mendatang
karena makna hidup harus ditemukan dan hidup yang bermakna harus benar-benar
secara sadar dan sengaja dijadikan tujuan, diraih, dan diperjuangkan.
Logoterapi Sebagai Teori Kepribadian
Setiap orang selalu mendambakan kebahagian
dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu ternyata tidak
terjadi begitu saja tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan
seseorang memnuhi keinginannya untuk hidup bermakna. Mereka yang berhasil
memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna dan ganjaran dari hidup yang
bermakna adalah kebahagiaan. Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi
motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan
hidupnya tidak bermakna. Selanjutnya akibat dari penghayatan hidup yang hampa
dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi dapat menjelmakan gangguan
neurosis, dan mengembangkan karakter-karakter totaliter dan konformis.
Penghayatan Hidup Tanpa Makna
Penghayatan hidup tanpa makna ini bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi dalam keadaan intensif dan berlarut-larut tak
diatasi dapat menjelmakan neurosis dan noogenik, karakter totaliter, dan
karakter konformis.
a. Neurosis
noogenik merupakan suatu
gangguan perasaan yang cukup menghambat prestasi dan penyesuaian diri
seseorang.
b.
Karakter totaliter adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan
untuk memaksakan tujuan, kepentingan, dan kehendaknya sendiri dan tidak
bersedia menerima masukan dari orang lain.
c. Karakter
konformis adalah gambaran
pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu berusaha mengikuti dan
menyesuaikan diri kepada tuntutan lingkungan sekitarnya serta bersedia pula
untuk mengabaikan keinginana dan kepentingan dirinya sendiri.
Penghayatan Hidup Bermakna
Penghayatan hidup bermakna merupakan gerbang
ke arah kepuasan dan kebahagiaan hidup. Artinya hanya dengan memenuhi
makna-makna potensial yang ditawarkan oleh kehidupanlah penghayatan hidup
bermakna tercapai dengan kepuasan dan kebahagiaan sebagai ganjarannya. Mereka
yang menghayati hidup bermakna benar-benar tahu untuk apa mereka hidup dan
bagaimana mereka menjalani hidup. Dalam
tataran logoterapi, pribadi yang hidupnya bermakna dianggap sebagai gambaran
kepribadian ideal.
Individu
Bermasalah Menurut Logoterapi: Akibat Kegagalan Pencapaian Kebermaknaan Hidup.
Salah satu sindroma
yang mulai menonjol di masyarakat modern adalah sindroma ketidakbermaknaan (syndrome of meaninglessness). Frankl
menandai adanya dua tahapan pada sindroma ketidakbermaknaan tersebut.
Tahap awal sindroma
ketidakbermaknaan adalah frustasi
eksistensial, atau disebut juga dengan kehampaan eksistensial, yaitu suatu
fenomena umum yang berkaitan dengan keterhambatan atau kegagalan individu dalam
memenuhi keinginan akan makna. Menurut Frankl, frustasi eksistensial, merupakan
suatu penderitaan batin yang berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk
menyesuaikan diri dan mengatasi masalah-masalah personalnya secara efisien.
Frankl mengemukakan
bahwa pemunculan frustasi eksistensial berkaitan dengan suatu fenomena yanag
umum dialami oleh manusia masa kini, yaitu tidak lagi memiliki kepastian
mengenai apa yang harus diperbuatnya dan apa yang sepatutnya diperbuat.
Frustasi eksistensial pada umumnya ditandai dengan kehilangan minat (serba
bosan), kurang inisiatif ( apatis/ketidakmampuan mengambil prakarsa), serta
perasaan hampa /gersang (tidak berarti), dan absurd (ragu akan maksud dan
tujuan atau makna hidup mereka sendiri). Frustasi eksistensial, menurut Frankl
mungkin tidak terlihat nyata dan terselubung dibalik berbagai upaya kompensasi
dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa, bersenang-senang mencari
kenikmatan seksual, bekerja, dan mengupulkan uang sebanyak-banyaknya. Dengan
kata lain perilaku dan kehendak yang berlebihan itu biasanya menutupi
penghayatan hidup akan makna.
Tahapan yang kedua
adalah neurosis noogenik yaitu suatu
manifestasi khusus dari frustasi eksistensial.
Menurut Frankl, neurosis noogenik digunakan untuk menerangkan kategori
neurosis pada dimensi noologis atau spiritual.
Neurosis noognik
ini berkaitan dengan inti spiritual kepribadian, bukan menurut pengertian
agama, melainkan suatu dimensi eksistensi manusia khususnya menunjuk pada
konflik-konflik moral. Neurosis noogenik dapat termanifestasi dalam tampilan
simtomatik yang berupa gambaran simtomatik neurosis psikogenik, seperti
depresi, hiperseksualitas, alkoholisme, obsesionalisme, dan tindak kejahatan
lainnya.
D.
Konsep Dasar Logoterapi
Kata “logos” dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan
arti “makna”/ “logos” di sini berarti “spirit” –namun sekali lagi tanpa
konotasi religius-, merupakan dimensi rohani (spirituality). Dimensi spiritual, yang berbeda dengan dimensi
biologis dan psikologis ini, merupakan dimensi keunikan fenomena manusia berada.
Hal ini dapat juga didefinisikan sebagai dimensi noologis., sedangkan “terapi” adalah terapi penyembuhan
atau pengobatan.
Dengan demikian, Logoterapi secara umum dapat digambarkan
sebagai corak psikologi yang dilandasi dan wawasan mengenai manusia yang
mengakui adanya dimensi kerohanian, disamping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan termasuk dimensi sosial.
Lebih lanjut Logoterapi beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi
utama guna meraih taraf kehidupan bermakna (the
meaningfull life).
Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai
kesatuan raga-jiwa-rohani yang takterpisahkan. Selain itu Logoterapi memusatkan
perhatian pada kualitas-kualitas insani - seperti hasrat untuk hidup bermakna,
hati nurani, kreativitas, rasa humor dan memanfaatkan kualitas-kualitas itu
dalam pendidikan, terapi dan pengembangan kesehatan mental.
Asas
- Asas Logoterapi
Pertama, hidup
itu tetap memiiki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan
dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar,
berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak
dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna,
dan selalu beruaha mencari dan menemukannya. Makna hidup apabila berhasil
ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan mereka yang
berhasil menemukan dan mengembangkannya akan merasaan kebahagiaan sebagai ganjarannya
sekaligus terhindar dari keputusasaan. Sebenarnya makna hidup terdapat dalam
kehidupan itu sendiri; makna hidup terpatri didalamya, baik dalam kondisi
kehidupan senang ataupun susah.
Kedua, setiap
manusia memiliki kebebasan yang hampir tak terbatas untuk menemukan sendiri
makna hidupnya. Makna hidup dan sumber-sumbernya dapat ditemukan dalam
kehidupan itu sendiri, khususnya pada pekerjaan dan karya-bakti yang dilakukan,
serta dalam keyakinan terhadap harapan dan kebenaran serta penghayatan atas
keindahan, iman, dan cinta kasih.
Ketiga, setiap
manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaaan dan
peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa diri sendiri dan
lingkungan sekitar, setelah upaya mengatasinya telah dilakukan secara optimal
tetap tidak berhasil. Tentu saja dengan mengambil sikap tepat dan bak, yakni
sikap yang menimbulkan kebajikan pada diri sendiri dan orang lain serta sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma lingkungan yang berlaku.
Ketiga asas itu
tercakup dalam ajaran Logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup
sebagai berikut.
a. Dalam setiap keadaan, termasuk dalam
penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.
b. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan
motivasi utama setiap orang.
c. Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki
kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan, dan memenuhi
makna dan tujuan hidupnya.
d. Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan
merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif, nilai-nilai
penghayatan, dan nilai-nilai bersikap
Eksistensi manusia
menurut logoterapi ditandai oleh: kerohanian (spirituality), kebebasan (freedom),
dan tanggung jawab (responsibility).
Selain asas-asas dan ajaran tersebut logoterapi sebagai teori kepribadian dan
terapi praktikal memiliki tujuan agar setiap pribadi:
a. Memahami adanya potensi dan sumber daya
rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, agama
dan keyakinan yang dianut.
b. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu
sering ditekan, terhambat, dan diabaikan, bahkan terlupakan.
c. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit
kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala,
dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih
bermakna.
Landasan
Filsafat Logoterapi
a.
The Freedom of Will (Kebebasan Berkehendak)
Kebebasan ini sifatnya bukan tak terbatas
karena manusia adalah makhluk serba terbatas. Manusia sekalipun dianggap
sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus
memiliki juga keterbatasan aspek kejiwaan, bakat, sosial budaya, dan aspek
kerohanian.
b.
The Will to Meaning (Hasrat untuk Hidup Bermakna)
Setiap orang menginginkan dirinya untuk
menjadi orang yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan
kerja, masyarakat sekitar, dan berharga di mata Tuhan dengan kehidupan yang
sarat dengan kegiatan-kegiatan yangbermakna pula.
c.
The Meaning of Life (Hasrat untuk Hidup Bermakna)
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat
penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga
layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan
menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan bahagia. Dan makna hidup ternyata ada dalam kehidupan itu
sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tak
menyenangkan, keadaan bahagia, dan penderitaan.
Skema Proses Penemuan Makna Hidup Menurut
Bastaman
Pengalaman Tragis (Tragis
Event)
|
Penghayatan Tak Bermakna (Meaningless
Life)
|
Pemahaman Diri (Self Insight)
|
Penemuan Makna dan Tujuan Hidup (Finding
Meaning and Purpose Of Life)
|
Pengubahan
Sikap (Changing Attitude)
|
Keikatan Diri (Self Commitment)
|
Kegiatan Terarah dan Penemuan Makna Hidup (Directed Activities and
Fulifling Meaning)
|
Hidup Bermakna (Meaningful
Life)
|
Kebahagiaan (Happiness)
|
Sumber-Sumber
Makna Hidup
a. Creative
values (nilai-nilai
kreatif): kegiatan berkarya, bekerja, mecipta serta melaksanakan tugas dan
kewajiban sebaik-baiknya serta penuh tanggung jawab. Pekerjaan hanyalah
merupakan sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan
makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan tetapi lebih bergantung
pada pribadi yang bersangkutan dalam hal ini sikap positif dan mencintai
pekerjaan itu.
b. Experiental
values (nilai-nilai
penghayatan): keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan,
keindahan, keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini
suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Tidak sedikit
orang-orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang
menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa
dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang
membahagiakan.
Dalam hal-hal tertentu mencintai seseorang berarti menerima sepenuhnya
keadaan orang itu seperti apa adanya serta benar-benar dapat memahami
sedalam-dalamnya kepribadiannya dengan penuh pengertian. Cinta kasih senantiasa
menunjukkan kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya kepada orang
yang dikasihi, serta ingin menampikan diri sebaik mungkin di hadapannya. Erich
Fromm, seorang pakar psikoanalisis modern, menyebutkan empat unsur dari cinta
kasih yang murni, yakni perhatian (care),
tanggung jawab (responsibility), rasa
hormat (respect), dan pengertian (understanding).
c. Attitudinal
values (nilai-nilai
bersikap), yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian
segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang
tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya
dan ikhtiar dilakukan secara maksimal.
E.
Metode dan Teknik Konseling Logoterapi
Logoterapi tidak hanya mengemukakan asas-asas dan filsafat manusia
yang bercorak humanistic eksistensial, tetapi juga mengembangkan metode dan
teknik-teknik terapi untuk mengatasi gangguan-ganggguan neurosis, somatogenik,
neurosis psikogenik, dan neurosis noogenik. Untuk neurosis somatogenik, yakni
gangguan-gangguan perasaan yang berkaitan dengan ragawi, logoterapi
mengembangkan metode Medical Ministry,
sedangkan terapi neurosis psikogenik yang bersumber dari hambatan-hambatan
emosional dikembangkan teknik Paradoxical
Intention dan Dereflection.
Selanjutnya untuk neurosis noogenik yakni gangguan neurosis yang disebabkan
tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna, logoterapi mengembangkan Existential Analysis/logoterapi.
a.
Paradoxical Intention
Teknik
paradoxical Intention pada dasarnya
memanfaatkan kemampuan mengambil jarak dan kemampuan mengambil sikap terhadap
kondisi diri dan lingkungan. Teknik ini juga memanfaatkan salah satu kualitas
khas manusia lainnya, yaitu rasa humor. Dalm penerapannya teknik ini membantu
pasien untuk menyadari pola keluhannya, mengambil jarak atas keluhannya itu
serta menanggapinya secara humoristis. Contoh kasus: fobia.
b.
Dereflection
Dereflection memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang ada pada setiap manusia
dewasa. Artinya kemampuan untuk membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi
kondisi yang tak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada
hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan
keluhannya dan memandangnya secara ringan, kemudian mengalihkan perhatian
kepada hal-hal bermanfaat. Contoh kasus: frigiditas, insomnia.
c.
Medical Ministry
Pendekatan
ini memanfaatkan kemampuan untuk mengambil sikap terhadap kondisi diri dan
lingkungan yang tak mungkin diubah lagi, medical
ministry merupakan perealisasian dari nilai nilai bersikap sebagai salah
satu sumber makna hidup. Tujuan utama metode medical ministry membantu seseorang menemukan makna dari
penderitaannya. Contoh kasus: depresi pasca amputasi.
d.
Existential Analysis/Logoterapi
Dengan
metode ini terapis membantu penderita neurosis noogenik dan mereka yang
mengalami kehampaan hidup untuk menemukan sendiri makna hidupnya dan mampu
menetapkan tujuan hidup secara lebih jelas. Makna hidup ini harus mereka
temukan sendiri dan tak dapat ditentukan oleh siapapun, termasuk oleh
logoterapis.
Elisabeth Lukas menjabarkan pendekatan ini atas empat tahap:
a. Mengambil
jarak atas symptom:
konselor membantu menyadarkan konseli bahwa symptom sama sekali tidak mewakili
dirinya. Symptom tidak lain hanyalah kondisi yang dimiliki dan dapat
dikendalikan.
b. Modifikasi
sikap: konselor –tanpa
melimpahkan pandangan dan sikap pribadinya- membantu konseli untuk mendapatkan
pandangan baru atas diri sendiri dan situasi hidupnya, kemudian menentukan
sikap baru untuk mengembangkan rasa percaya diri dalam mencapai kehidupan yang
lebih sehat.
c. Pengurangan
symptom: konselor membantu
konseli menerapkan teknik-teknik logoterapi untuk menghilangkan atau
sekurang-kurangnya mengurangi dan mengendalikan sendiri keluhan dan simptomnya.
d. Orientasi
terhadap makna:
konselor bersama konselinya membahas nilai dan makna hidup secara potensial ada
dalam kehidupan klien, kemudian memperdalam dan menjabarkannya menjadi
tujuan-tujuan yang lebih konkret.
F.
Peran Konselor dalam Logoterapi
Berikut ini adalah beberapa metode yang
digunakan Frankl untuk memfokuskan pada isu-isu makna:
a.
Mengajarkan pentingnya bertanggung jawab atas
makna: Frankl melihat
bahwa tugasnya adalah membantu klien mencapai aktivasi kehidupan yang
setinggi-tingginya. Ia mengungkapkan pandangannya bahwa kehidupan manusia,
dalam keadaan apapun, tidak akan pernah tidak memiliki makna. Konseli perlu
belajar bahwa mereka selalu bertanggung jawab untuk mendeteksi makna sebagai
situasi spesifik dalam kehidupannya yang unik. Logoterapi mengajari konseli
untuk melihat hidupnya sebagai sebuh tugas. Bagi logoterapis yang bekerja
dengan konseli-konseli religius, ini dapat dilakukan satu langkah lebih jauh
dalam arti bahwa mereka membantu konseli untuk melihat bahwa konseli bukan hanya
bertanggung jawab untuk memenuhi tugas hidupnya, namun juga bertanggung jawab
kepada sang pemberi tugas.
b.
Membantu klien untuk mendengarkan kata hatinya: Frankl sering mengatakan bahwa makna harus
ditemukan dan tidak dapat diberikan. Konseli dipandu oleh kata hatinya dalam
pencarian maknanya. Mereka membutuhkan kata hati yang awas jika mereka “ingin
mendengarkan dan mematuhi sepuluh ribu tuntutan dan perintah yang tersembunyi
dalam sepuluh ribu situasi yang dihadapi hidupnya” (Frankl,1975a: 120).
Meskipun terapis tidak dapat memberikan makna kepada konseli, terapis dapat
memeberikan contoh-contoh eksistensial dari komitmennya pada pencarian makna.
c.
Menanyai konseli tentang makna: terapis dapat menanyai klien tentang
pencapaian-pencapaian kreatif yang pernah mereka wujudkan dan mendukung konseli
saat ia mencari jawabannya. Konseli juga dapat mengeksplorasi dan
mengidentifikasi makna di dalam hubungan-hubungan dan di dalam penderitaan
mereka.
d.
Memeperluas wawasan tentang sumber makna: logoterapis dapat membantu konseli untuk
mendapatkan pandangan yang lebih luas tentang sumber makna. Frankl (1955)
mengutip seorang klien yang mengatakan bahwa hidupnya tanpa arti bahwa ia akan
merasa lebih baik jika dapat menemukan pekerjaan yang bisa membuatnya merasa
puas akan hidupnya, misalnya menjadi dokter atau perawat. Frankl membantunya
utuk melihat bahwa bukan hanya pekerjaan yang dilakukannya, namun juga sikapnya
terhadap bagaimana ia melakukan pekerjaan yang memungkinkannya mendapatkan
kesempatan unik untuk merasakan kepuasan. Lebih jauh, dalam kehidupan
pribadinya di luar pekerjaannya, ia mestinya dapat menemukan makna sebagai
istri dan seorang ibu.
e.
Memunculkan makna melalui pertanyaan Socratik: Frankl (1988) memberikan contoh seorang
konseli perempuan yang mengungkapkan keresahannya tentang kefanaan hidup. Ia
memintanya untuk mengidentifikasi seorang laki-laki yang prestasinya dihormati
dan ia menyebutkan dokter keluarganay. Kemudai melalui serangkaian pertanyaan
Frankl menuntunnya untuk mengakui bahwa, meskipun sang dokter dengan tetap
mengingat utang budi mereka terhadapnya, makna kehidupan sang dokter tetap ada.
f.
Memunculkan makna melalui logodrama”: Frankl (1963) memberikan contoh memunculkan
makna melalui “logodrama” dalam sebuah kelompok terapi. Seorang perempuan, yang
dibawa ke kliniknya setelah mencoba bunuh diri, telah kehilangan putranya yang
meninggal pada umur 11 tahun dan ia sekarang hidup sendirian bersama putranya
yang lebih tua yang mengalami kelumpuhan infantile. Frankl pertama-tama meminta
seorang perempuan lain dalam kelompok itu untuk membayangkan bahwa ketika
dirinya berumur 80 tahun dan menengok kembali ke kehidupannya yang tidak
dikarunia seorang anak pun, namun penuh dengan kesuksesan fianansial dan
prestis. Perempuan tersebut mengakhirinya dengan mengatakan bahwa hidupnya
tidak memiliki tujuan. Frankl kemudian meminta si ibu yang beranak cacat itu
untuk menengok kebelakang seperti yang dilakukan perempuan yang pertama. Ia
kemudian menyadari bahwa hidupnya penuh makna karena ia telah memberikan
kemungkinan hidupnya yang lebih baik dan lebih utuh keadaan putranya yang
cacat.
g.
Menawarkan makna: logoterapis daapt menawarkan saran-saran
tentang makna berbagai situasi. Frankl memberikan contoh seorang dokter tua
yang menagalami depresi berat, yang tidak dapat mengatasi kedukaannya akibat
kematian istrinya diua tahun silam. Pertama,
Frankl menanyakan kepadanya, apa yang akan terjadi seandainya dia yang lebih
dahulu meninggal. Si dokter menjawab bahwa istrinya pasti akan sangat
menderita. Atas jawaban itu Frankl mengatakan: “Anda lihat, Dokter, istri anda
telah terbebaskan dari penderitaan itu, dan Andalah yang telah membebaskannya
dari penderitaan; tetapi, sekarang Anda harus membayar untuk itu dengan tetap
hidup dan berduka atas kematiannya.
G. Kelebihan
dan Kelemahan Pendekatan Logoterapi
Kelebihan Logoterapi
a.
Teknik ini dapat digunakan bagi konseli yang
mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
b.
Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
c.
Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki
kebebasan dan bertanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan, dan memenuhi
makna dan tugas hidupnya (adanya kebebasan konseli untuk mengambil keputusan
sendiri).
Kekurangan Logoterapi
Ada beberapa konseli yang tidak dapat
menunjukan makna hidupnya sehingga timbul suatu kebosanan merupakan
ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat apatis, perasaan tanpa
makna, hampa, gersang, merasa kehilangan tujuan hidup, meragukan kehidupan.
Sehingga menyulitkan konselor untuk melakukan terapi kepada klien tersebut.
H. Implementasi
Pendekatan Logoterapi di Sekolah
Implementasi
pendekatan logoterapi dapat diimplementasikan ketika memberikan layanan
konseling individual. Konseling logoterapi merupakan konseling individual untuk
masalah ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan
kehampaan dan hilangnya gairah hidup. Jadi, bukan untuk problema eksistensial
dan patologis berat yang memerlukan bantuan psikoterapi.
Dalam konseling ini,
khususnya dalam proses penemuan makna hidup, terapis bertindak sebagai rekan
yang berperan serta yang sedikit demi sedikit menarik keterlibatannya bila
konseli telah mulai menyadari dan menemukan makna hidupnya.
Komponen-Komponen Konseling
Dalam
konseling logoterapi usaha meningkatkan kesadaran atas kualitas dan kemampuan
pribadi –seperti pemahaman diri, pengubahan sikap, pengarahan diri, tanggung
jawab, komitmen, keimanan, cinta kasih, hati nurani, penemuan makna hidup-
merupakan hal-hal pentinggkatkan kesadaran atas kualitas dan kemampuan pribadi
–seperti pemahaman diri, pengubahan sikap, pengarahan diri, tanggung jawab,
komitmen, keimanan, cinta kasih, hati nurani, penemuan makna hidup- merupakan
hal-hal penting yang menenntukan keberhasilan konseling. Selain itu, klien
disadarkan pula atas rasa tanggung jawab
untuk mengubah sikap dan perilakunya menjadi lebih baik dan lebih sehat serta
bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
Aplikasi Konseling Logoterapi
Teknik dan
tahap-tahap konseling logoterapi pada dasarnya sejalan dengan proses dan
tahap-tahap konseling pada umumnya, sedangkan komponen-komponen logoterapi
sebagai kualitas-kualitas insani yang dibahas selama konseling.
Tahap perkenalan dan
pembinaan raport diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi
dengan membina rapport yang makian lama makin membuka peluang untuk sebuah encounter. Inti sebuah encounter adalah
penghargaan pada sesame manusia, ketulusan hati dan pelayanan. Berbeda dengan konseling lain yang cenderung
membiarkan konseli “sepuasnya” mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi
konseli sejak awal diarahkan untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
Pada tahap
pembahasan bersama, konselor dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan
persepsi atas masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menenemukan arti hidup
sekalipun dalma penderitaan.
Tahap evaluasi dan
penyimpulan mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai
bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konselor.
Pada tahap-tahap ini tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup,
penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan symptom.
Logoterapi dapat
digunakan pula sebagai metode pengembangan diri perserta didik seperti yang
dikembangkan oleh James C. Crumbaugh, salah seorang pengikut Viktor Frankl di
Amerika Serikat yang namakan “logoanalisis” yaitu sebuah model pelatihan pengembangan
personal.
Kelima metode
logoanalisis adalah sebagai berikut:
a.
Pemahaman diri: mengenali secara objektif kekuatan-kekuatan
dan kelemahan-kelemahan diri senidir, baik yang masih merupakan potensi maupun
yang sudah teraktualisasi, kemudian kekuatan-kekuatan itu dikembangkan dan
ditingkatkan serta kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi.
b.
Bertindak positif: mencoba menerapkan dan melakanakan hal-hal
yang dianggap baik dan bermanfaat dalam perilaku dan tindakan-tindakan nyata
sehari-hari.
c.
Pengakraban hubugan: meningkatkan hubungan baik dengan
pribadi-pribadi tertentu (misalnya anggota keluarga, teman, rekan sekerja),
sehingga masing-masing saling mempercayai, saling memerlukan satu dengan
lainnya, serta saling membantu.
d.
Pendalaman Catur-nilai: berusaha memahami dan memenuhi empat macam
nilai yang merupakan sumber makna hidup, yaitu nilai kreatif (kerja, karya, mencipta); nilai penghayatan (kebenaran, keindahan, kasih, iman); nilai bersikap (menerima dan mengambil
sikap yang tepat terhadap derita yang tidak dapat dihindari lagi); nilai pengharapan (percaya adanya
perubahan yang lebih baik di masa mendatang).
e.
Ibadah: berusaha memahami dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Tuhan
dan mencegah diri dari apa yang di larang-Nya. Ibadah yang khusyuk sering
mendatangkan perasaan tenteram dan tabah, serta menimbulkan perasaan mantap
seakan-akan mendapat bimbingan dan petunjuk-Nya dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan.
I.
Simpulan
Logoterapi mengajarkan bahwa setiap kehidupan individu mempunyai
maksud, tujuan, makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup
kita tidak lagi kosong jika kita menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat
mendedikasikan eksistensi kita. Namun kalaulah hidup diisi dengan penderitaan
pun, itu adalah kehidupan yang bermakna, karena keberanian menanggung tragedi
yang tak tertanggungkan merupakan pencapaian atau prestasi dan kemenangan.
Banyak orang mengatakan bahwa logoterapi Viktor E. Frankl sangat dekat
dengan ajaran agama (spiritual), atau juga bisa merupakan “agama sekuler”. Bagi
Frankl makna hidup adalah daya yang membimbing eksistensi manusia, sebagaimana
para Nabi membimbing umatnya. Frankl menggabungkan wawasan dari agama-agama dan
filsafat-filsafat lama, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadinya
selama tiga tahun yang kelam di kamp Nazi yang dituangkan dalam suatu teori
psikoterapi, ajaran tersebut dinamakan dengan logoterapi.
J.
Saran
Bagi Konselor sangat penting untuk terlebih dahulu memahami ajaran
logoterapi dan menghayati makna atas setiap peristiwa yang terjadi pada
dirinya, baik itu peristiwa yang menyenangkan maupun menyakitkan agar nantinya
ia mampu membantu konseli untuk menemukan makna hidupnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Bastaman,
H.D. 2007. “Logoterapi: Psikologi Untuk
Menemukan Makna Hidup”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Gerald,
Corey. 2007. “Teori dan Praktek
Konseling”. Bandung: PT. Refika Aditama.
Nelson,
Richard Jones. 2011. “Teori dan Praktik
Konseling dan Terapi”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
How to Make Money From Your Career
BalasHapusMaking Money from Home หาเงินออนไลน์ is the easiest way to make money from the workplace. It is the simple one. That is to make a living at home, and your