Sabtu, 22 Oktober 2016

Operasionalisasi Layanan Konsultasi

Operasionalisasi Layanan Konsultasi (L-KSL)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah layanan konsiasi yang diampu oleh  Dwi Dasalinda, M.Pd



Disusun Oleh :
Dyah Eko Susilowati              (1301015040)
Mike Andrian Tika                  (1301015083)
Siti Nurvia                               (1301015127)





PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA

2016





KATA PENGANTAR
                                           
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang merupakan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing Mata Kuliah Layanan Konsiasi.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dwi Dasalinda, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Layanan Konsiasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka Jakarta, yang telah membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Terima kasih penulis sampaikan pula kepada orang tua penulis, yang dalam kerinduan selalu memberi motivasi belajar kepada penulis, juga tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang memberikan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan penulisan ini sangat sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan penulisan ini.

Jakarta, 19 Maret 2016


Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Arah pembentukan lembaga ini yaitu memberikan kemudahan pencapaian perkembangan yang optimal terhadap peserta didik. Untuk mencapai perkembangan diri yang optimal, dalam kelembagaan sekolah diwujudkan dengan adanya bidang pelayanan pendidikan, salah satunya adalah pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) di Sekolah. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penjelasan dari Prayitno dan Amti (2004:114), bahwa:
Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi),serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.”
“Sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah memperoleh perbendaharaan istilah baru, yaitu BK Pola-17” (Prayitno, 2004). BK Pola-17 merupakan pola dasar dalam BK yang di laksanakan di lingkungan sekolah. Pola ini meliputi empat bidang bimbingan, tujuh layanan BK, dan lima kegiatan pendukung BK. Dengan berkembangnya zaman, pada abad ke-21 BK Pola-17 berkembang menjadi BK Pola-17 Plus. Hal ini dikarenakan adanya pengembangan sasaran pelayanan BK yang lebih luas. Butir-butir pokok BK Pola-17 Plus meliputi keterpaduan mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas, serta landasan BK; enam bidang pelayanan BK; sembilan jenis layanan BK; enam kegiatan pendukung BK; serta format pelayanan yang mencakup format individual, kelompok, klasikal, lapangan, dan politik.
BK Pola-17 Plus menjadi bidang tugas bagi konselor sekolah dalam pelayanan konseling. Salah satu jenis layanan pada BK Pola-17 plus adalah layanan konsultasi. Layanan konsultasi dalam BK Pola-17 plus merupakan pengembangan dari layanan pada BK Pola-17 plus. Layanan konsultasi merupakan hal yang baru bagi BK di Sekolah, khususnya bagi konselor sekolah. Untuk itu konselor perlu pemahaman yang mendalam tentang layanan konsultasi agar tercapainya keberhasilan pelaksanaan layanan.
Penyelenggaraan layanan konsultasi sebagai fungsi pengentasan, yaitu mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga. Layanan konsultasi merupakan bentuk dari layanan responsif yang menurut Zein bahwa tujuan layanan ini adalah membantu peserta didik agar dapat mengatasi masalah yang dialaminya. Dalam hal ini, penyelesaian masalah yang dialami oleh peserta didik dilakukan oleh konsulti setelah melakukan konsultasi dengan konsultan/ konselor sekolah. Dilakukan oleh konsulti dengan alasan bahwa peserta didik mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga permasalahan yang dialami oleh peserta didik itu setidaknya sebagian menjadi tanggung jawab konsulti.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Perencanaan Layanan Konsultasi?
2.      Bagaimana Pelaksanaan Layanan Konsultsi?
3.      Bagaimana Evaluasi Layanan Konsultasi?
4.      Bagaimana Analisis Hasil Evaluasi Layanan Konsultasi?
5.      Bagaimana Tindak Lanjut Layanan Konsultasi?
6.      Bagaimana  Laporan Layanan Konsultasi?




BAB II
PEMBAHASAN

Operasionalisasi Layanan Konsultasi (L-KSL)
Layanan konsultasi merupakan suatu proses, sehingga dalam pelaksanaannya menempuh tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap pelaksanaan konsultasi hendaklah dilaksanakan secara tertib dan lengkap, dari perencanaan sampai dengan penilaian dan tindak lanjutnya. Hal ini semua untuk menjamin kesuksesan layanan secara optimal. Langkah-langkah tersebut menurut Prayitno (2004: 30-31) adalah sebagai berikut:
Langkah-langkah layanan konsultasi dijelaskan sebagai berikut:
A.    Perencanaan
Langkah awal sebelum pelaksanaan layanan, terlebih dahulu konselor melakukan perencanaan. Perencanaan dimaksudkan untuk mempermudah proses pelaksanaan. Perencanaan layanan konsultasi meliputi:
a.       Mengidentifikasi konsulti.
Layanan konsultasi melibatkan pihak yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang dialami pihak ketiga/ konseli. Pihak terkait inilah yang disebut konsulti. Pada pelayanan Bimbingan dan Konseling khususnya di sekolah, pihak yang disebut sebagai konsulti adalah sesama konselor, guru bidang studi atau wali kelas, pejabat struktural, orang tua atau saudara dari siswa, dan petugas administrator.
Dalam mengidentifikasi konsulti, tindakan dari seorang konselor adalah mengenal konsulti dengan maksud memperoleh data yang dibutuhkan konselor. Identifikasi dapat dilakukan dengan wawancara dan rapport. ”Rapport adalah suatu hubungan (relationship) yang ditandai dengan keharmonisan, kesesuaian, kecocokan, dan saling tarik menarik” (Willis, 2004: 46). Untuk menciptakan rapport, konselor harus memiliki sikap empati, mampu membaca perilaku nonverbal, bersikap akrab dan berniat memberikan bantuan tanpa pamrih.
b.      Mengatur pertemuan
Mengatur pertemuan atau melakukan kontrak yang artinya perjanjian antara konselor dengan konsulti. Sebagaimana dalam pelaksanaan konseling perorangan, terjadi kesepakatan kontrak waktu dan tempat pelaksanaan layanan konsultasi. Penyelenggaraan layanan konsultasi sangat tergantung pada kesepakatan antara konselor dan konsulti. Kesepakatan tersebut dimaksudkan untuk kenyamanan dan jaminan kerahasiaan proses konsultasi.
c.       Menetapkan fasilitas layanan
Fasilitas dalam layanan konsultasi adalah segala sesuatu yang menunjang pelaksanaan layanan konsultasi. Fasilitas yang ditetapkan tersebut misalnya tempat konsultasi yang menimbulkan perasaan nyaman, buku agenda konselor yang berisi janji pertemuan dengan konsulti, alat perekam yang tidak diketahui oleh konsulti.
d.      Menyiapkan  kelengkapan administrasi
Sebelum konselor dan konsulti melakukan layanan konsultasi, maka perlu adanya kesiapan kelengkapan administrasi layanan. Adanya pengadministrasian dimaksudkan agar terdapat bukti adanya pelaksanaan layanan konsultasi. Misalnya konselor menyiapkan buku catatan hasil wawancara dengan konsulti, terdapat jurnal harian pelaksanaan layanan.


B.     Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan bagian inti dari layanan konsultasi. ”Pada tahap pelaksanaan, pernyataan masalah diungkapkan, hubungan konsultan dan peranannya dirumuskan dan peraturan pokok dikembangkan” (Marsudi, 2003: 125). Pada layanan konsultasi, proses layanan dilakukan dua tahap. Yaitu pertama proses konsultasi antara konselor dan konsulti, dan yang kedua proses penanganan oleh konsulti terhadap pihak ketiga yang memiliki masalah. Secara jelas tahap ini meliputi:
a.       Menerima konsulti
Penerimaan konsulti oleh konselor sangat mempengaruhi perkembangan proses layanan konsultasi selanjutnya. Hal ini dikarenakan alasan bahwa dengan penerimaan yang baik oleh konselor, maka akan membuat kenyamanan konsulti dan pada akhirnya membantu kelancaran layanan konsultasi. Menurut Winkel (2005: 473) menyebutkan bahwa ”bila bertemu dengan konseli untuk pertama kali: menyambut kedatangan konseli dengan sikap ramah, misalnya berjabatan tangan, mempersilakan duduk, dan menyisihkan berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya”. Demikian halnya yang dilakukan oleh konselor terhadap konsulti bahwa konselor bersikap menerima konsulti baik secara verbal maupun non verbal. Semua hal itu dilakukan dengan tujuan berpengaruh terhadap keberhasilan layanan.
Menerima konseli secara verbal merupakan tanggapan verbal konselor yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan atau ungkapan verbal secara sopan dan santun. Misalnya menerima konsulti dengan ucapan selamat siang pada awal konsultasi, menggunakan pertanyaan yang tidak menyinggung perasaan, tidak berlebih dalam berbicara, dan sebagainya. Penerimaan non verbal merupakan reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya eksprasi wajah, sikap tubuh, anggukan kepala, dan sebagainya.
b.      Menyelenggarakan  penstrukturan konsultasi
Penstrukturan layanan konsultasi diperlukan untuk membawa konsulti mulai memasuki layanan konsultasi. Bagi konsulti yang baru pertama kali melakukan layanan konsultasi, maka diperlukan penstrukturan secara keseluruhan. Untuk memulai proses konultasi, terlebih dahulu diawali dengan wawancara permulaan. Menurut Tyler (dalam Gunarsa, 2007: 93) mengemukakan bahwa:
Dari sudut konselor ada tiga tujuan pada wawancara permulaan dalam kaitan dengan proses konseling ialah: (1) menimbulkan suasana bahwa proses konseling dimulai, (2) membuka aspek-aspek psikis pada diri klien seperti kehidupan perasaan dan sikapnya, (3) menjelaskan struktur mengenai proses bantuan yang akan diberikan.
Terdapat tiga teknik dasar strukturing atau pembatasan diantaranya pembatasan pada lama pertemuan, pembatasan masalah yang dibahas, dan pembatasan pada peran masing-masing konselor atau konsulti. Pada layanan konsultasi,   terdapat   penyelenggaraan   penstukturan   konsultasi   yang   harus dipahami oleh konselor dan konsulti. Penstrukturan ini diperlukan dengan tujuan agar terjadi kejelasan arah konsultasi yaitu dengan adanya pemahaman tentang pembatasan waktu konsultasi, pembatasan masalah apa yang dibahas, dan peranan keduanya akan membantu melancarkan kesuksesan layanan konsultasi.
c.       Membahas masalah yang dibawa konsulti berkenaan dengan pihak ketiga
Seperti untuk layanan konseling perorangan, materi yang dibahas dalam layanan konsultasi tidak dapat ditetapkan terlebih dahulu oleh konselor, melainkan akan dikemukakan oleh konsulti ketika layanan berlangsung” (BSNP, 2006: 24). Masalah yang dibahas oleh konsulti adalah masalah yang dialami oleh pihak ketiga, baik itu permasalahan pribadi, sosial, belajar atau karir.
d.      Mendorong dan melatih konsulti untuk :
(1)   Mampu menangani masalah yang dialami pihak ketiga.
Tugas konselor sebagai konsultan adalah membekali konsulti memperoleh WPKNS konsulti (wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap) agar dapat bertindak membantu penyelesaian masalah pihak ketiga. WPKNS konsulti diuraikan sebagai berikut:
a.       Wawasan.
Meliputi wawasan konsulti tentang diri pihak ketiga, permasalahan pihak ketiga, dan lingkungan pihak ketiga. Wawasan yang dipahami oleh konsulti terhadap pihak ketiga, sejalan dengan fungsi pemahaman Bimbingan dan Konseling. Seperti yang diungkapkan oleh Mugiarso (2004: 28) bahwa ”pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan  dan  konseling  adalah  pemahaman  tentang  diri  klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak lain yang membantu klien, termasuk juga pemahaman tentang lingkungan diri klien”.
b.      Pengetahuan.
Yaitu konsulti perlu memiliki pengetahuan tentang diri pihak ketiga, permasalahan pihak ketiga, ataupun lingkungan pihak ketiga yang pembahasannya dikaitkan dengan kaidah pendidikan, psikologi, sosial, ekonomi, budaya, dll.
c.       Keterampilan.
Konsulti perlu menguasai berbagai keterampilan yang disesuaikan dengan permasalahan yang dialami pihak ketiga. Menurut Prayitno  (2004: 19) bahwa ”Keterampilan yang perlu dikuasai konsulti dan diterapkan terhadap pihak ketiga adalah aplikasi alat-alat pendidikan, tiga-m, pertanyaan terbuka, dorongan minimal, refleksi, serta teknik khusus pengubahan tingkah laku, seperti pemberian informasi dan contoh, latihan sederhana, dan pemberian nasihat secara tepat”.
d.      Nilai.
Konsultan perlu mengembangkan nilai-nilai pada diri konsulti dengan tujuan agar konsulti juga dapat memandang pihak ketiga berdasarkan nilai- nilai di kehidupan masyarakat. Misalnya nilai kemanusiaan, nilai sosial, nilai moral, dan lain sebagainya.
e.       Sikap.
Sikap merupakan suatu respon yang dihasilkan dari stimulus. Seorang konsulti pada layanan konsultasi perlu mengembangkan sikap positif   dan dinamis (developmental) terhadap diri pihak ketiga dan permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu. Dengan adanya nilai dan sikap tersebut, diharapkan hubungan konsulti dan pihak ketiga semakin kondusif.

(2)   Memanfaatkan sumber-sumber yang ada
Konsulti dalam membantu penyelesaian masalah pihak ketiga dapat memanfaatkan berbagai sumber bantuan. Pengumpulan informasi-informasi mengenai pihak ketiga dapat diperoleh dari pihak ketiga itu sendiri ataupun lingkungan dekat pihak ketiga, misalnya keluarga, teman bermain, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, bahkan diperoleh dari media cetak atau elektronik. Pemberian informasi dari pihak yang terkait dengan pihak ketiga tersebut dikumpulkan dengan alasan untuk membantu menjelaskan masalah dan juga membantu tercapainya penyelesaian masalah pihak ketiga.
a.       Membina komitmen konsulti untuk menangani masalah pihak ketiga dengan bahasa dan cara-cara konseling
Pada proses konsultasi, konselor mengembangkan WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap) konsulti terkait dengan penyelesaian masalah pihak ketiga. Tugas konselor selanjutnya adalah melakukan persetujuan dengan konsulti agar konsulti bersedia membantu penyelesaian masalah pihak ketiga. Langkah penyelesaian masalah pihak ketiga dilakukan oleh konsulti dengan menggunakan bahasa dan cara-cara konseling yang telah diperoleh konsulti dari pengembangan WPKNS nya. Dapat dikatakan bahwa konsulti bukanlah menjadi seorang konselor. Hal yang dimaksudkan konsulti dapat menggunakan bahasa dan cara-cara konseling, misalnya konsulti dapat menggunakan  pertanyaan  terbuka  kepada  pihak  ketiga,  konsulti   melakukan penerimaan pihak ketiga dengan  bahasa  verbal  dan  non  verbal,  dalam hal mengambil keputusan, dan lain-lain.
Penanganan pihak ketiga oleh konsulti tidak terlepas dari pantauan dari konselor. Pada tahap ini bisa terjadi kemungkinan alternatif pemecahan masalah pihak ketiga gagal dilakukan oleh konsulti, sehingga perlu dilakukan kembali atau dengan intervensi yang berbeda. Penghentian layanan konsultasi tidak berbeda dengan layanan konseling perorangan. ”Menghentikan konseling (terminasi) bisa dilakukan untuk sementara dan selama itu konseli masih bisa berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan sama sekali karena tujuan konseling sudah tercapai” (Gunarsa, 2007: 99).
b.      Melakukan penilaian segera
Akhir setiap kegiatan layanan terdapat adanya suatu penilaian layanan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan yang telah dicapai dari proses pelaksanaan layanan. Terhadap hasil layanan konsultasi perlu dilaksanakan tiga jenis penilaian, yaitu penilaian segera (laiseg), penilaian jangka pendek (laijapen), dan penilaian jangka panjang (laijapang).
Penilaian segera dari layanan konsultasi dilaksanakan pada akhir setiap konsultasi yang dilakukan oleh konselor dan konsulti. Fokus penilaian segera layanan konsultasi adalah menilai diri konsulti berkenaan dengan ranah Understanding, Comfort, dan Action (UCA). Ketiganya dijelaskan sebagai berikut:
(1)   Understanding – U
Tahap pertama pada layanan konsultasi adalah proses konsultasi antara konselor/konsultan dengan konsulti. Hasil dari tahap ini salah satunya adalah adanya pemahaman baru yang diperoleh konsulti. Pemahaman konsulti meliputi pemahaman tentang WPKNS nya, pemahaman permasalahan pihak ketiga yang dibahas, penyebab munculnya permasalahan, sampai pada pemahaman konsulti tentang langkah penanganan yang telah diajarkan konselor.
(2)   Comfort – C
Selain menilai pemahaman konsulti pada proses konsultasi, konselor juga menilai perasaan yang berkembang pada diri konsulti. Pada penilaian segera ini, konselor menanyakan apakah konsulti merasa terbebani atau ketidaknyamanan terhadap konsultasi yang dilakukan atau terjadi sebaliknya.
(3)   Action – A
Setelah menilai tentang pemahaman dan perasaan konsulti, menilai kegiatan apa yang akan dilaksanakan konsulti setelah proses konsultasi selesai perlu dilakukan oleh konselor. Penilaian segera tentang action dilakukan dengan cara menanyakan kepada konsulti tentang rencana kegiatan apa yang akan dilaksanakan pasca konsultasi dalam rangka mewujudkan upaya pengentasan masalah yang dialami pihak ketiga.

C.    Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada layanan konsultasi adalah melakukan evaluasi jangka pendek tentang keterlaksanaan hasil konsultasi. Laijapen dilakukan setelah konsulti memberikan penanganan kepada pihak ketiga  (tahap penanganan). Penilaian jangka pendek mengacu pada bagaimana konsulti melakukan unsur kegiatan atau action dari hasil proses konsultasi. Sasaran laijapen ini adalah respon atau dampak awal pihak ketiga terhadap tindakan penanganan yang dilakukan oleh konsulti. Dengan demikian konsulti juga terlebih dahulu telah dilatih oleh konselor agar dapat melakukan penilaian segera kepada pihak ketiga.
Pada penilaian jangka panjang (laijapang) yang menjadi fokusnya adalah terjadi perubahan pada diri pihak ketiga. Perubahan yang dimaksudkan adalah yang berkaitan dengan permasalahan yang sejak awal dikonsultasikan. Untuk melihat ada tidaknya perubahan pada diri pihak ketiga, maka konsulti juga dibekali konsultan agar dapat melakukan penilaian kepada pihak ketiga.

D.    Analisis Hasil Evaluasi
Analisis hasil evaluasi yaitu menafsirkan hasil evaluasi dalam kaitannya dengan diri pihak ketiga dan konsulti sendiri. Tujuan utama dari analisis hasil evaluasi layanan konsultasi adalh untuk mempertimbangkan upaya tindak lanjut yang akan dilakukan sesuai dengan penanganan masalah pihak ketiga. Hubungan konsulti dengan konsultan tidak kontinu, tetapi efek dari proses diharapkan kontinu. ”Putusan dibuat untuk menunda aktivitas, mendesain kembali dan melaksanakan ulang atau berhenti secara penuh” (Marsudi, 2003: 126).

E.     Tindak Lanjut
Hasil penilaian digunakan sebagai pertimbangan tindak lanjut yang dapat dilakukan dengan konsultasi lanjutan, penghentian atau alih tangan (refferal). Konsultasi lanjutan dilakukan berdasarkan kesepakatan kembali antara  konsulti dan konsultan. Konsultasi ini diperlukan jika tahap penanganan dikatakan belum berhasil. Tingkah laku pihak ketiga yang diharapkan oleh konsulti belum tercapai dan konsulti merasa perlu untuk mengulang kembali penanganan kepada pihak ketiga yang bermasalah.
Penghentian layanan konsultasi tidak berbeda dengan layanan konseling perorangan. ”Menghentikan konseling (terminasi) bisa dilakukan untuk sementara dan selama itu klien masih bisa berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan sama sekali karena tujuan konseling sudah tercapai” (Gunarsa, 2007: 99). Jika diperlukan, alih tangan atau refferal juga merupakan bentuk tindak lanjut yang dapat dilakukan.

F.     Laporan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah membicarakan laporan yang diperlukan oleh pihak peserta layanan konsultasi yaitu konsulti dan mendokumentasikan laporan. Hasil akhir layanan yang dilatar belakangi oleh kajian menyeluruh proses layanan merupakan isi laporan pelaksanaan program. Dokumen laporan dapat merupakan laporan yang diperlukan oleh konsulti, disamping merupakan dokumen bagi konselor sendiri.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Layanan konsultasi merupakan suatu proses, sehingga dalam pelaksanaannya menempuh tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap pelaksanaan konsultasi hendaklah dilaksanakan secara tertib dan lengkap. Hal ini semua untuk menjamin kesuksesan layanan secara optimal.
Adapun operasionalisasi layanan konsultasi meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, tindak lanjut dan penyusunan laporan.

B.     Saran
Sebagai salah satu jenis layanan dalam bimbingan dan konseling tentunya layanan konsultasi membutuhkan profesionalisasi konselor dalam melaksanakan layanannya. Selain itu, kerjasama yang baik pun dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi layanan ini, baik dari stake holder lainnya maupun dari konseli itu sendiri.




DAFTAR PUSTAKA

Prayitno. 2012. “Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling”. Padang: Universitas Negeri Padang.

1 komentar:

  1. 8 Best Roulette Games 2021 - DrmCAD
    In 과천 출장샵 these games you can play Roulette, Craps, and more. the dealer will have 대구광역 출장안마 the dealer down 김천 출장샵 on the wheel, and they will play the 서울특별 출장마사지 game 강릉 출장안마 the dealer

    BalasHapus